EFEK KROTO !!! Belasan Kacer Nabrak Sangkar Saat Lomba
Dec 5, 2016
Edit
Merawat burung kicauan, termasuk kacer, pada dasarnya merupakan seni tersendiri bagi kicaumania. Ada kacer yang dulu tidak rajin bunyi, kemudian dibeli dan dibesut orang lain malah jadi jawara. Sebaliknya, ada juga yang take-over kacer jawara, tetapi malah menuai kacewa lantaran macet bunyi.
Pengalaman berbeda di antara para kicaumania, khususnya pengorbit atau pemain kacer, seringkali melahirkan perbedaan pandangan soal perawatan burung. Misalnya soal perlu dan tidak kandang umbaran untuk meningkatkan stamina kacer.
Demikian pula dengan pemberian kroto, acapkali berbeda antara yang satu dan lainnya. Marilah kita bahas masalah ini seobjektif mungkin, meski apa yang ditulis dalam artikel ini bukan merupakan kebenaran mutlak. Pasti ada sebagian pemilik kacer yang setuju dan tidak setuju dengan ulasan ini, sesuai dengan pengalaman masing-masing.
Menurut saya, efek pemberian kroto dalam meningkatkan performa suara dan penampilannya di lapangan tidak terlalu signifikan. Dengan pertimbangan ini, maka yang terjadi adalah kemubaziran apabila kita tetap memberi kroto, dengan mengesampingkan jangkrik sebagai pakan utamanya. Bagi kacer, pemberian jangkrik setiap hari akan lebih bermanfaat daripada pemberian kroto setiap hari.
Hal ini berbeda dari burung murai batu, tledekan gunung, dan jenis burung lainnya yang karakternya cenderung stabil. Meski sama-sama tipe burung petarung (fighter), tetapi karakter yang relatif stabil membuat pemberian kroto justru bisa meningkatkan frekuensi berkicau dan memperbaiki penampilan murai atau tledekan gunung.
Dalam berbagai kasus, pemberian kroto setiap hari belum tentu membuat kacer cepat mbagong sewaktu diadu / dilombakan di lapangan, tetapi justru membuat mereka makin galak dan cepat over birahi (OB). Akibatnya bisa ditebak sendiri, burung hanya main separo perlombaan saja. Setelah itu, kacer akan lebih sering terlihat seperti mengejar musuh-musuhnya selama lomba berlangsung.
Kasus kacer mengejar-ngejar musuh hingga menabrak sangkar belum lama ini terjadi secara massal dalam Liga Sumatera Seri 3 di Kota Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (26/5) lalu. Bahkan hal itu terjadi di kelas utama. Seperti diceritakan Andre Sutanto (Jambi Team) kepada Om Kicau, belasan kacer nabrak-nabrak sangkar.
Hal ini juga menimpa kacer andalan Om Andre, Senpi, terutama pada dua menit terakhir penilaian. Akibatnya, Senpi harus puas di urutan keenam. Beruntung pada sesi berikutnya, Senpi sudah bisa tenang sehingga mampu meraih sekali juara 1 dan sekali di posisi runner-up.
Selain mengejar-ngejar musuhnya, kacer yang OB di arena lomba akibat pemberian kroto sering mematuki kaki atau bulunya sendiri, yang kemungkinan karena keinginan untuk mengejar musuhbya tidak kesampaian. Kalau sudah begini, siapa yang rugi? Bahkan juri-juri pun tidak akan melirik burung yang terlanjur OB atau memberi nilai rendah, meski itu terjadi menjelang akhir perlombaan.
Kalau begitu, apakah kacer tidak boleh diberi kroto? Boleh saja, sepanjang Anda sudah pernah membuat setelan terpadu antara jangkrik dan kroto, khususnya menjelang lomba (Jumat dan Sabtu), dan sudah Anda analis hasil setelan itu di arena lomba. Di sinilah perawatan burung sebagai sebuah seni menemukan konteksnya.
Budi Antasari, perawat kacer Hard Rock milik H Bayu Tulungagung, misalnya, tidak memberikan kroto sejak Senin hingga Kamis. Kroto hanya diberikan 1-2 hari menjelang lomba, tepatnya Jumat dan Sabtu, itu pun hanya sebanyak 3 sendok teh. Tetapi pada Hari-H, Minggu, burung sudah tidak diberi kroto lagi.
Jadi, dalam masalah ini, pemberian kroto bisa dilakukan setelah mengetahui karakter kacer. Jika burung kacer yang Anda miliki berkarakter labil, maka pemberian kroto dikurangi menjadi dua kali seminggu, atau bisa juga dihentikan sama sekali.
disunting dari omkicau.com
disunting dari omkicau.com